Jika Jelas-Jelas Sifat Tuhan Itu Banyak, Apakah Yang Menjadi Qadim Juga – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Jika Jelas-Jelas Sifat Tuhan Itu Banyak, Apakah Yang Menjadi Qadim Juga

Published

on

Jika Jelas-Jelas Sifat Tuhan Itu Banyak, Apakah Yang Menjadi Qadim Juga


BagyaNews.comJelas-jelas sifat Tuhan itu banyak. Selain sifat-sifat wajib yang 20, ada juga asma’ul husna. Lalu pertanyaannya, dengan sifat sebanyak itu, apakah keqadiman Tuhan juga banyak?

Pertanyaan “Jika Jelas-Jelas Sifat Tuhan Itu Banyak, Lantas Apakah Dzat Yang Menjadi Qadim Juga Banyak?” ini muncul dari pertentangan dua aliran teologi Islam, yaitu Mu’tazilah dan Ahlussunnah dalam persoalan Tuhan memiliki sifat atau tidak. Jika Tuhan memmpunyai sifat-sifat itu, maka konsekuensinya sifat-sifat tersebut kekal seperti halnya dzat Tuhan itu sendiri.

Selanjutnya, jika sifat-sifat yang banyak itu kekal maka akan membawa kita ke paham banyaknya yang kekal (Ta’addud al-qudama’ atau multiplicity of eternals). Hal ini dapat menjerumuskan kita ke paham politeisme. Lantas bagaimana menyelesaikan masalah ini?.

Kerancuan Paham Penafian Sifat Tuhan Mu’tazilah

Kaum Mu’tazilah mencoba menyelesaikan masalah ini dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Jadi bagi Mu’tazilah Tuhan tidak memiliki sifat ilmu, kuasa dan sebagainya. Namun dengan demikian bukan berarti Tuhan yang diimani oleh Mu’tazilah itu tidak mengetahui, berkuasa, dan sebagainya. 

Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan mengetahui dan berkuasa dengan Dzat-Nya bukan dengan sifat. Sebagaimana pendapat yang disampaikan Abu Hudzail:

“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan adalah Dzat-Nya. Maha kuasa dengan kekuasaan, dan kekuasaan adalah Dzat-Nya.” (Lihat: Asy-Syahrastani, AL-Milal wa An-Nihal, [Dar Al-Kutub Ilmiyyah, Beirut] halaman,44).

Jadi, dalam pandangan Abu Hudzail, esensi pengetahuan Allah adalah Allah sendiri. Demikian pula kekuasaan, pendengaran penglihatan, kebijaksanaan, dan sifat-sifat-Nya yang lain.

 Namun muncul sebuah kontradiksi ketika dikatakan kepadanya “anda mengatakan bahwa pengetahuan Allah pada esensinya adalah Allah, berarti anda harus mengatakan bahwa Allah adalah pengetahuan”. ternyata, ia tidak mau mengatakannya padahal ia yang mengatakan bahwa pengetahuan Allah adalah Allah sendiri.

Atas pendapat kontradiktif yang telah disampaikan  oleh Abu Hudzail tersebut, lawan-lawannya sering mengibaratkan pendapatnya tentang persoalan ini dengan ungkapan:

إِنَّ عِلْمَ اللّهِ لاَ يُقَالُ هُوَاللّهٌ وَلاَ يُقَالُ غَيْرُهُ 

sesungguhnya pengetahuan Allah tidak dikatakan sebagai Alloh dan bukan pula selainnya.” (Lihat: Al-Asy’Ari, Maqolatul Islamiyyin wa Ikhtilaful Musholin, [Maktabah Ashriyah, 2005] halaman 364).

 Keterkaitan antara dzat dan sifat yang harus kita pahami

Perbedaan pendapat antara Ahlussunnah dan Mu’tazilah ini terjadi dalam ranah sifat. Pandangan Ahlussunah mengatakan bahwa sifat itu berbeda dengan dzat. dia bukanlah dzat dari sudut maknanya juga bukan selain dzat dari segi wujudnya. Tetapi, Mu’tazilah mengatakan bahwa sifat adalah dzat itu sendiri.  

Kita mengerti dalam agama Islam bahwa satu-satunya dzat yang diyakini qadim adalah Allah SWT. Namun apabila sifat Tuhan itu kadim, dan jumlah sifat-Nya itu banyak maka konsekuensinya kita akan meyakini keterbilangan sesuatu yang kadim, dan itulah yang ada di dalam benak kaum Mu’tazilah.

Namun apakah benar seperti demikian? Disini saya akan memberikan Ibarat yang mudah dipahami. Misalkan saya mengenal teman saya yang bernama Farid. Ia adalah seorang yang cerdas, kuat, dermawan dan penyabar. Mungkin dari ibarat ini para pembaca sudah memahami apa yang saya maksud.

Disini saya akan jelaskan perbedaan antara dzat dan sifat. Dzat adalah sesuatu yang memiliki sifat, sedangkan sifat sendiri adalah sesuatu yang berada dalam dzat. Orang yang bernama Farid adalah dzat, sedangkan cerdas, kuat dan lainya yang telah saya sebutkan tadi adalah sifat yang melekat pada Farid.

Misalkan dari sekian 4 sifat yang ada dalam diri Farid apakah dzat Farid menjadi berbilang atau tidak? pasti jawabannya tidak. Farid tetap menjadi dirinya yang satu, wujud atau dzatnya juga tidak bertambah banyak meskipun memiliki bermacam-macam sifat yang berbeda. 

Saya pikir tidak ada hal yang sukar untuk menerima penjelasan ini. contoh yang sederhana ini saya masukan bukan untuk konteks menyamakan Tuhan dengan manusia, tapi agar kita tidak sulit memahami keterkaitan antara dzat dan sifat.

Dari uraian yang saya jelaskan tadi dapat  disimpulkan bahwa sifat itu berbeda dari dzat dan banyaknya sifat tidak akan menyebabkan kita jatuh dalam paham keterbilangan dzat atau yang qadim, sebab sifat-sifat tersebut ada pada diri Dzat Allah yang Esa dan tidak berbilang.

Jika kita betul-betul faham akan uraian ini, pasti kita tidak akan kesulitan untuk memahami rumusan keyakinan dari golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah. misalkan dalam sifat Ma’ani terdapat 7 sifat, yaitu ilmu, qudrot, irodat, hayat, sama’, bashor, kalam. Adapun ketujuh sifat ini ada pada diri Allah yang Esa. 

Kalau kita meyakini seperti apa yang dikatakan Mu’tazilah bahwa sifat adalah dzat berarti jumlah tuhan yang kita sembah adalah tujuh. Sementara di awal kita katakan bahwa Allah itu Esa tidak berbilang. Dengan demikian, sifat Allah itu bukanlah Allah.

Contoh: Allah memiliki sifat Ilmu (pengetahuan) dengan begitu kita yakin bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui. Pertanyaannya : Sifat pengetahuan itu Allah bukan? pasti bukan. Sifat ilmu hanyalah salah satu di antara sekian banyaknya sifat yang dimiliki Allah. Tapi bukan Allah itu sendiri.

Lantas bila ada pertanyaan apakah sifat ilmu itu juga bisa dikatakan selain Allah? Ya jelas tidak bisa, karena Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya tidak bisa terpisahkan. Allah senantiasa akan memiliki sifat ilmu, jika sifat ilmu terpisah pada dzat Allah maka akan meniadakan pengetahuan pada Dzat-Nya.

Jika dipahami lebih lanjut keterpisahan antara Dzat Allah dan sifat ilmu-nya akan menimbulkan konsekuensi bahwa Allah tidak memiliki pengetahuan atau bersifat jahil. Dan sifat jahil bagi Allah merupakan sebuah hal yang sangat mustahil sekali. Maha Suci Allah dari segala kekurangan.

Lebih singkatnya, sifat Allah itu bukan Allah (dari sudut maknanya), tetapi juga bukan selain Allah (dalam sudut wujudnya). Sebab sifat tersebut terdapat pada wujud Allah yang Esa. Inilah keyakinan yang diterima secara luas oleh kalangan madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah dan kaum sufi. (Lihat: Al-Kalabadzi, al-Ta’aruf Limadzhab Ahl al-Tashawuf, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah] halaman 36)



Sumber Berita harakah.id

#Jika #JelasJelas #Sifat #Tuhan #Itu #Banyak #Apakah #Yang #Menjadi #Qadim #Juga

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved