Ketika seorang bayi lahir dari rahim ibunya, ayah atau keluarga yang mewakili dianjurkan untuk mengadzankan dan melafalkan iqamah dekat dari telinga bayi. Anjuran ini sebagaimana disebutkan
Imam al-Nawawi dalam
Al-Adzkar. Diriwayatkan dari Abu Rafi’ bahwa:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ (صلى الله عليه وسلم) أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ حِيْنَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَة ِرضي الله عنهم
Artinya:
“Aku melihat Rasulullah SAW mengadzankan seperti adzan shalat pada telinga (cucunya) Husein bin Ali ketika Fatimah RA melahirkan.
Dalam riwayat lain dari Husain bin Ali pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda demikian:
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فأذَّنَ في أُذُنِهِ اليُمْنَى، وأقامَ في أُذُنِهِ اليُسْرَى لَمْ تَضُرّهُ أُمُّ الصبيان
Artinya:
orang yang anaknya baru lahir, maka adzankanlah pada telinga kanannya, dan bacakanlah iqamat pada telinga kirinya. Dijamin anak itu tidak akan diganggu kuntilanak
berdasarkan dua hadis itu, menurut Imam al-Nawawi, sebagian besar ulama madzhab Syafi’i menganjurkan adzan dan iqamah ketika bayi lahir. Akan tetapi, bagaimana jika ayah dari bayi tidak ada di lokasi persalinan. Bolehkah dia mengazankan atau mengiqamahkan bayinya dari jarak jauh melalui video call atau media lainnya?
Ustadz Ahong dalam salah satu videonya mengatakan hukumnya boleh bila seorang bapak yang berada di luar kota mengadzankan dan mengiqamahkan bayi melalui video call atau voice call. Alasannya, karena aturan adzan atau iqamah untuk bayi tidak seketat untuk shalat.
Hanya saja, Ustadz Ahong menggarisbawahi, “Yang terpenting adzan dan iqamahnya itu bukan melalui rekaman, karena kebanyakan ulama itu mensyaratkan yang adzan itu harus manusia, bukan mesin.”