Pulau mungil ini dulunya menjadi wilayah pertahanan Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang dengan rajanya Sultan Mahmud Riayat Syah III. Sultan Mahmud Riayat Syah III ini memerintah kurang lebih 51 tahun (1761-1812). Sultan Mahmud Riayat Syah III mempersunting Engku Putri Hamidah binti Raja Haji dengan mahar pulau tersebut. Engku Putri Hamidah dinikahi Sultan Mahmud ini salah satunya sebagai upaya memperkokoh hubungan persaudaraan Melayu-Bugis kala itu.
Pernikahan itu pula dicatat sejarah sebagai ikhtiyar sultan untuk terus menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan persaudaraan suku bangsa di dalam Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang (Dalam Sejarah Kejuangan dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Riayat Syah Yang Dipertuan Besar Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang). Tak hanya sebuah pulau kosong, Engku Putri Hamidah memperoleh mahar dari Sultan Mahmud itu juga lengkap dengan bangunan masjid, perkantoran, istana beserta bangunan lainnya seperti alun-alun, taman kota serta parit.
Menurut berbagai sumber, pembangunan masjid yang ada di dalam Pulau Penyengat menggunakan bahan putih telur sebagai campuran adonan dindingnya. Masjid yang terdapat di dalam Pulau Penyengat tersebut bernama Masjid Sultan Riau. Di dalam Pulau Penyengat juga terdapat beberapa makam keluarga kesultanan seperti makam Raja Ali Haji (Bapak Bahasa Indonesia), Engku Putri Hamidah, Raja Haji Fisabilillah dan makam keturunan kesultanan yang lain.
Pulau Penyengat juga dikenal sebagai Pulau Indera Sakti yang akhirnya menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Melayu di Nusantara. Juga yang tak kalah penting adalah, Pulau Penyengat ini merupakan satu-satunya ‘Pulau Mas Kawin’ di seantero dunia. Bahkan UNESCO juga menobatkan Pulau Penyengat sebagai Warisan Indonesia (Nusantara) sekaligus warisan dunia (World Heritage). Hal ini karena Pulau Penyengat memiliki sejarah penting dan monumental bagi bangsa Indonesia, Malaysia dan Singapura pada waktu itu.
Menurut cerita, nama Penyengat sendiri diambil dari kisah para pelaut yang melanggar pantangan mengambil air laut di pulau tersebut. Kemudian mereka diserang atau disengat oleh serangga berbisa, sehingga kemudian terkenal dengan nama Penyengat. Hingga saat ini, Pulau Penyengat dijadikan sebagai objek wisata religi oleh masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Adanya Pulau Penyengat sebagai objek wisata itupun mampu memberikan mata pencaharian bagi warga di sana dengan berdagang ataupun jasa ojek. Wallahu a’lam.
Sumber Referensi Utama:
Buku Sejarah Kejuangan dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Riayat Syah Yang dipertuan Besar Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang (1761-1812 M)