Cara Tarekat Naqsabandiyah untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan sejatinya tidak jauh berbeda dengan ormas Islam di Indonesia. Foto/Ilustrasi: Ist
Cara Tarekat Naqsabandiyah untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan sejatinya tidak jauh berbeda dengan ormas Islam di Indonesia. Tarekat ini menggunakan metode hisab dan rukyat. Hasilnya menjadi berbeda karena dalam praktiknya, rumusan yang digunakan berbeda.Ahmad Fuad Al-Anshary, Dosen Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang, dalam artikelnya berjudul “
Rukyah bil Qalbi Perspektif Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah al-Aliyah Jombang” mengatakan dalam keyakinan tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah meyakini adanya konsep rukyah bil qalbi. Konsep keyakinan seperti ini tidak dimiliki oleh kelompok-kelompok yang lain.
“Fenomena ini kemudian menjadi unik, karena sebuah tarekat yang menurut ruang kajiannya adalah tasawuf, tetapi justru masuk dalam ranah kajian fiqih,” ujarnya.
Penentuan awal bulan seperti halnya yang dilakukan oleh tarekat Naqsabandiyah ini dipandang sebagai suatu yang masuk dalam ranah kajian fiqih .
Dalam skripsi berjudul “Penetepan Awal Ramadhan oleh Penganut Tarekat Naksabandi Ditinjau Menurut Ilmu Falak” oleh salah seorang mahasiswa di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau disebutkan pada prinsipnya, kelompok Tarekat Naqsabandiyah dalam menentukan awal Ramadhan sebagai tanda masuknya waktu berpuasa, maupun dalam menentukan tanggal 1 Syawal sebagai tanda berakhirnya puasa Ramadhan untuk tahun tersebut dengan mempergunakan metode hisab dan rukyat.
Baca juga: Puasa Ramadhan 2023 Tanggal Berapa?
Metode hisab yang dipakai oleh Tarekat Naqsabandi dalam penetapan awal Ramadhan yang akan datang dihitung dari bulan Ramadhan yang dahulu (sebelumnya) sampai jumlah 360 hari. Kita wajib puasa 360 hari sama dengan satu tahun. Karena begitulah puasa tarekat Naqsabandi yang terdahulu.
Perhitungannya adalah Puasa Ramadhan 30 hari, ditambah dengan Puasa di bulan Syawal 6 hari, jadi puasa 36 hari maka balasannya sama dengan 360 hari, karena 30 x 10 = 300 hari pada bulan Ramadhan, ditambah 6 x 10 = 60 hari pada bulan Syawal, jika dijumlahkan sama dengan 360 hari.
Rasulullah SAW bersabda barangsiapa puasa Ramadhan 30 hari ditambah Syawal 6 hari sama halnya dengan puasa sepanjang masa.
Begitu juga sholat tarawih berjumlah 12 salam x 30 malam = 360 salam. Sesuai dengan kandungan surat At-Taubah ayat 36 dan al-Fajri 1-5, karena sesungguhnya bulan di sisi Allah SWT adalah 12 bulan. Juga demi malam sepuluh tiap-tiap malam, demi yang genap dan yang ganjil, demi malam yang telah berlalu, hal ini untuk orang yang berakal.
Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: Muharram 30 hari, Safar 29 hari, Rabiul Awal 30 hari, Rabiul Akhir 29 hari, Jumadil Awal 30 hari, Jumadil Akhir 29 hari, Rajab 30 hari, Sya’ban 29 hari, Ramadhan 30 hari, Syawal 29 hari, Zulkaidah 30 hari, Zulhijjah 29 hari.
Baca juga: Sambut Ramadhan 2023, Dewan Masjid Indonesia Serukan 5 Hal
Adapun dalil yang dipakai dalam metode hisab berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai berikut:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” ( QS At Taubah : 36)
Ayat ini sebagai dasar bagi penganut Tarekat Naqsabandi untuk menghisab dan ayat lain adalah Al Fajr ayat 1- 5 Yang berbunyi:
وَالۡفَجۡرِۙ
وَلَيَالٍ عَشۡرٍۙ
وَّالشَّفۡعِ وَالۡوَتۡرِۙ
وَالَّيۡلِ اِذَا يَسۡرِۚ
هَلۡ فِىۡ ذٰلِكَ قَسَمٌ لِّذِىۡ حِجۡرٍؕ
“Demi fajar, demi malam yang sepuluh, demi yang genap dan yang ganjil, demi malam apabila berlalu, adakan pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat di terima)bagi orang-orang yang berakal ( QS Al Fajr : 1-5)
Baca juga: Begini Bentuk Hilal dan Cara Melihatnya
Sedangkan metode rukyat pada tarekat ini ada berapa tahap. Untuk menentukan awal bulan Ramdhan, bulan dilihat pada bulan Sya’ban dengan cara melihat bulan pada saat Maghrib. Jika bulan kelihatan setengah, hitungan bulan pada saat itu adalah 8 hari. Maka awal bulan Sya’ban sudah diketahui dengan cara menghitung delapan hari ke belakang.
Sama halnya pada saat Maghrib bulan kembali dilihat pada jam 12 malam. Jika posisi bulan berada di atas kepala, maka hitungan bulan pada saat itu adalah 15 hari, hanya dengan menghitung lima belas hari ke belakang maka awal bulan Sya’ban sudah di ketahui.
Jika awal Sya’ban sudah di ketahui maka untuk menentukan awal Ramadhan dengan cara menghitung 29 hari dari awal Sya’ban. Karena diyakini bulan Sya’ban selalu jumlah harinya 29 hari dan Ramadhan 30 hari.
Di samping itu juga cara melihat bulan, seperti malam ke-20 mereka melihat di waktu fajar ternyata bulan setengah lingkaran. Di waktu subuh di ubun-ubun sudah sah malamnya 22. Karena tahun Hijriyah berbeda dengan malam tahun masehi jam nol-nolnya jam 12 malam. Tahun hijriyah dari fajar sampai maghrib. Dari fajar ini mereka sudah memakai rukyah dan hisab malam yang berlalu.
(mhy)