Biografi Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Besar Ahli Sunnah Wal Jamaah – Bagyanews.com
Connect with us

Kalam

Biografi Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Besar Ahli Sunnah Wal Jamaah

Published

on

Biografi Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Besar Ahli Sunnah Wal Jamaah

[ad_1]

Biografi Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Besar Ahli Sunnah Wal Jamaah
loading…

Imam Abu Hasan Al-Asyari (260-324 H) dikenal sebagai ulama pendiri manhaj Ahlu Sunnah waljamaah. Foto/dok Buku Abdul Qadir Muhammad Al-Husain

Sosok ulama satu ini pasti tak asing bagi umat muslim karena dikenal sebagai pendiri manhaj Ahlu Sunnah Waljamaah. Beliau adalah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, kelahiran Basrah Irak pada abad ke-3 Hijriyah. Ulama yang lahir pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah merupakan peletak dasar paham Al-Asy’ariyah yang diikuti mayoritas muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Kelahiran
Imam Abu-Hasan Al-Asy’ari lahir di Basrah Irak pada Tahun 260 Hijriyah atau 873 Masehi dan wafat di Baghdad pada Tahun 324 H (Tahun 935 M). Beliau lahir 55 tahun setelah Imam Syafi’i meninggal dunia.

Nasabnya tersambung kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, salah satu sahabat Nabi terkemuka yang dikenal sebagai ahli Qur’an. Nama Al-Asy’ari ini merupakan nisbah kepada Abu Musa Al-Asy’ari. Imam Al-Asy’ari sendiri memili nasab lengkap yaitu Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari.

Manhajnya yang moderat dan berimbang membuatnya memiliki banyak pengikut yang hingga hari ini dikenal dengan golongan Ahlu Sunnah Waljamaah. Ahlu Sunnah Waljama’ah adalah sebuah aliran yang dibangun Abu Hasan Al-Asy’ari yang sering disebut “Teologi Moderat”. Paham Al-Asy’ari ini menggunakan argument tekstual yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti yang dilakukan ulama ahli Hadis. Selain itu juga menggunakan argumen rasional berupa mantik.

Sejarah Al-Asy’ari
Al-Asy’ari adalah murid dari seorang tokoh Muktazilah yaitu Abu ‘Ali Al-Jubbai. Ibnu ‘Asakir mengatakan bahwa Al-Asy’ari belajar terus bersama gurunya itu selama 40 tahun, sehingga Al-Asy’ari menjadi seorang tokoh Muktazilah. Karena kepintaran serta keluasan ilmunya, ia sering mewakili gurunya itu dalam berdiskusi.

Namun pada perkembangannya, Al-Asy’ari menjauhkan diri dari pemikiran Muktazilah dan selanjutnya condong kepada pemikiran para fuqaha dan ahli Hadis. Ibnu ‘Asakir menceritakan bahwa pada suatu malam Al-Asy’ari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpinya itu, Nabi menyuruhnya meninggalkan paham Muktazilah, dan supaya ia membela sunnahnya.

Untuk diketahui, pada Tahun 827 M masa pemerintahan Khalifah Abbasiyah, Al-Makmun dilanjutkan dua khalifah setelahnya, paham Muktazilah menjadi mahzab resmi negara. Serangan Mu’tazilah terhadap para ulama fuqaha dan muhaddisin yang menolaknya kian gencar.

Tak seorang pun yang luput dari gempuran mereka. Bahkan ulama ahli Hadis Imam Ahmad bin Hanbal disiksa oleh penguasa Abbasiyah yang dipengaruhi paham Muktazilah kala itu. Paham Muktazilah mencapai puncaknya pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah selama kurun waktu 813-847 M. Setelah Al-Mutawakkil menjadi khalifah barulah aliran Muktazilah dihentikan sebagai mazhab resmi negara di Tahun 848 M.

Beliaulah khalifah yang menjauhkan pengaruh Muktazilah dari pemerintahan. Beliau membebaskan para ulama yang dipenjarakan oleh khalifah terdahulu. Pada masa itu muncul dua tokoh ulama menonjol yaitu Abul Hasan Al-Asy’ari di Bashrah dan Abu Mansur Al-Maturidi di Samarkand. Keduanya bersatu melakukan bantahan terhadap Muktazilah, kendati di antara mereka terdapat pula perbedaan. Namun, dalam perkara akidah mereka cenderung sama.

Salah satu riwayat asal mula Abul Hasan Al-Asy’ari terpanggil membela manhaj Ahlus sunnah wal Jamaah dicatat oleh Ibnu as-Sakir:

فحكي عنه أنه قال وقع في صدري بعض الليالي شيء مما كنت فيه من العقائد فقمت وصليت ركعتين وسألت الله تعالى ان يهديني الطريق المستقيم ونمت فرأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم في المنام فشكوت إليه بعض ما بي من الأمر فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم عليك بسنتي فانتبهت وعارضت مسائل الكلام بما وجدت في القرآن والأخبار فأثبته ونبذت ما سواه وراء ظهري.

Dikisahkan darinya, bahwa ia berkata ‘Terbenak di hatiku (Abu al-Hasan al-Asy’ari), beberapa permasalahan dalam ilmu aqidah. Maka, aku pun berdiri untuk menjalankan sholat dua rakaat. Dan aku meminta kepada Allah agar Dia memberikanku petunjuk menuju jalan yang lurus. Aku pun tertidur, tak lama kemudian aku bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam mimpi. Aku pun mengadukan beberapa permasalahan kepada beliau. Rasulullah mewasiatkan, “Tetapilah sunnah-ku.” Aku pun terbangun dan aku membandingkan beberapa permasalahan ilmu aqidah dengan dalil yang aku temukan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Kemudian, aku menetapkan dan aku membuang lainnya di balik punggungku.” (Ibnu as-Sakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, hal 37)

Setelah itu, Abu Hasan Al-Asy’ari pun menyibukkan diri untuk menulis pembelaan terhadap manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah di rumahnya. Lima belas hari kemudian dia keluar dari rumah dan menuju masjid dan ia menaiki mimbar seraya berkata:

معاشر الناس إني تغيبت عنكم في هذه المدة لأني نظرت فتكافأت عندي الأدلة ولم يترجح عندي حق على باطل ولا باطل على حق واستهديت الله تبارك وتعالى فهداني إلى اعتقاد ما أودعته في كتبي هذه وانخلعت من جميع ما كنت أعتقده كما انخلعت من ثوبي هذا وانخلع من ثوب كان عليه ورمى به

Wahai segenap masyarakat, aku menjauh dari kalian semua dalam beberapa waktu ini karena aku ingin meneliti beberapa permasalahan. Maka, menjadi serupa bagiku seluruh dalil yang ada serta tak ada perkara haq yang mengungguli perkara bathil maupun sebaliknya saat itu. Kemudian, aku meminta petunjuk kepada Allah. Maka, Allah pun memberikanku petunjuk kepada keyakinan yang telah aku tuliskan di dalam kitab-kitab yang telah ku tulis ini. Dan aku melepaskan seluruh aqidah menyimpang yang aku yakini selama ini sebagaimana aku melepaskan pakaianku ini (maka Abu Hasan Al-Asy’ari pun melepaskan pakaian yang ia pakai sebagai isyarat).” (Ibnu as-Sakir, Tabyin Kidzb al-Muftari, hal 39)

Karya Beliau
Abu Hasan Al-Asy’ari terkenal dengan pemikirannya terkait aqidah dengan karya monumentalnya berjudul “Maqalat al-Islamiyyin”. Kitab ini berisikan sejarah perkembangan berbagai sekte dalam Islam sejak zaman kenabian hingga di masanya.

Beliau juga memiliki beberapa karya besar dalam berbagai bidang ilmu. Di dalam ilmu Hadits, Abu Hasan Al-Asy’ari membuat kitab khusus yang berisikan bantahan terhadap Ibnu Rawandi, salah satu tokoh Muktazilah yang menentang Hadits mutawatir.

Dalam bidang tafsir Al-Qur’an, beliau menulis kitab tafsir al-Mukhtazin. Di bidang ushul fiqh, beliau menulis kitab al-Ijtihad dan al-Qiyas. Menurut Ibnu as-Sakir, Abu al-Hasan al-Asy’ari memiliki 90 karya tulis. Menurut Ibnu Hazm, Ibnu Katsir, dan Ibnu Imad al-Hambali, beliau memiliki 55 karya tulis.

Menurut Tajuddin as-Subuki, beliau memiliki 21 karya tulis. Akan tetapi, saat ini hanya ada 8 karya beliau yang tercetak, yaitu Kitab Maqalat al-Islamiyyah, kitab al-Luma’ fi Radd ala Ahli Zaigh wal Bida’, kitab Tafsir al-Qur’an, kitab al-Imad fi Ru’ya, kitab Risalah al-Iman, kitab Risalah al-Istihsan al-Khaud di Ilm al-Kalam, kitab Qaul Jumlah Ashab al-Hadits wa Ahlussunnah fi al-I’tiqad, dan kitab al-Ibanah an Ushul ad-Diyanah.

Kewafatan
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari wafat di Baghdad Irak pada Tahun 324 H (935 M). Menjelang wafatnya, Imam Abu Hasan al-Asy’ari berwasiat kepada murid-muridnya supaya tidak megkafirkan sesama muslim.

(rhs)

[ad_2]

Sumber Berita kalam.sindonews.com

#Biografi #Abu #Hasan #AlAsyari #Imam #Besar #Ahli #Sunnah #Wal #Jamaah

Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 BagyaNews.com. . All Rights Reserved