Bandarlampung, NU Online
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama(PWNU) Provinsi Lampung Dr. Abdul Syukur mengungkapkan bahwa di era digital saat ini, banyak masyarakat yang belajar agama dengan mengakses konten-konten di internet khususnya media sosial. Kecanggihan teknologi saat ini menjadikan lebih sedikit masyarakat yang belajar agama melalui taklim langsung ataupun dengan membaca buku.
Kondisi ini menurutnya menjadi tantangan tersendiri bagi para tokoh agama yang moderat untuk lebih menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Jangan sampai masyarakat belajar agama dari orang-orang yang tidak otoritatif, radikal ekstremis, dan tidak memiliki kompetensi di bidang agama.
“Para tokoh agama moderat atau pendakwah harus mampu membaca karakteristik mad’u (objek dakwah) sehingga apa yang didakwahkan bisa maksimal hasilnya,” kata Dosen UIN Raden Intan Lampung ini pada acara Workshop bertemakan Merawat Keberagamaan dengan Moderasi Beragama di Hotel Emersia Bandarlampung, Kamis (30/9).
Perkembangan teknologi saat ini lanjutnya bisa menjadikan aktivitas dakwah menyentuh kalangan masyarakat yang lebih luas. Sehingga bila arena dakwah digital ini dikuasai oleh kelompok yang intoleran dan radikal, maka secara signifikan akan mempengaruhi pola beragama masyarakat.
Konten-konten tekstual dan cenderung menyalah-nyalahkan yang tidak sepaham, harus ‘dilawan’ melalui kontra narasi-narasi yang menyejukkan dan mengedepankan moderasi dalam beragama. Dalam narasi moderasi beragama ini perlu juga dikuatkan kembali wawasan kebangsaan dalam hal ini konteks ke-Indonesia-an.
“Pendakwah saat ini bukan hanya harus mahir dalam bidang wawasan keagamaan, namun wawasan kebangsaan juga harus mumpuni dengan memahami karakteristik dan budaya bangsa,” katanya di depan para tokoh lintas agama di Provinsi Lampung.
Menurutnya, kultur budaya tak bisa lepas dari aktivitas dakwah. Para pendakwah harus meneladani para Wali Songo yang mampu berdakwah dengan memanfaatkan budaya sebagai infrastruktur agama. Mengutip kata bijak KH Musthofa Bisri, ia mengingatkan pentingnya menanamkan nilai kebangsaan dalam beragama.
“Kita ini orang Indonesia yang beragama, bukan hanya orang beragama yang hanya tinggal di Indonesia,” katanya.
Mengutip QS Al-Ahzab 45-46, Kiai Syukur pun mengingatkan 5 posisi dan peran para pendakwah yakni sebagai Syahida (saksi), Mubasyiran (pembawa kabar), Nadziran (pemberi peringatan), Da’iyyan (penyeru), dan Sirajan Muniran (penerang). Lima peran ini harus difungsikan oleh para pendakwah berwawasan moderat sehingga akan memberi dampak positif kepada umat.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan