Islami.co (Haji 2024) — Setiap orang yang berangkat haji selalu punya cerita-cerita menarik dan unik untuk dibagikan kepada orang yang datang menjenguknya. Saat masih kecil, orang tua selalu mengajak saya berkeliling mendatangi orang-orang yang baru pulang haji. Selain dapat cerita menarik, kadang juga dapat barang-barang unik.
Nah, berbincang terkait cerita menarik saat naik haji, KH. Mustofa Bisri, atau yang lebih akrab disapa Gus Mus, punya kisah unik. Sebagai ulama, budayawan, dan sastrawan, perjalanannya naik haji untuk pertama kali pada tahun 1970 sangat mengesankan dan sarat makna. Kisahnya ini dimuat dalam buku Haji Sebuah Perjalanan Air Mata (Pengalaman Beribadah Haji 30 Tokoh), Mustofa W. Hasyim & Ahmad Munif, (Yogyakarta: Bentang, 1993).
Niat Haji yang Kuat di Tengah Keterbatasan
Gus Mus, saat itu masih menempuh studi di Universitas Al Azhar, Kairo. Meskipun berada di tengah-tengah pendidikan yang jauh dari tanah air, niat untuk menunaikan ibadah haji telah lama bersemayam di hatinya. Namun, kendala finansial menjadi tantangan besar. Beasiswa yang diterima Gus Mus sangat terbatas, bahkan untuk kebutuhan sehari-hari pun terkadang kurang. Namun, dorongan spiritual yang kuat mengalahkan segala keterbatasan materi yang ada.
Dengan keberanian dan tekad yang bulat, Gus Mus memutuskan untuk berangkat ke Tanah Suci meskipun dengan uang yang sangat pas-pasan. Beliau berpikir sederhana: sampai dulu di Arab Saudi, selebihnya akan diupayakan. Setelah sampai di Arab Saudi, Gus Mus bekerja sebagai tenaga musiman di Kedutaan Besar RI di Jeddah, yang berkesempatan untuk mendapatkan uang saku dan menunaikan ibadah haji.
Berkeliling Kemah demi Bertemu Ibunda dan Adik Tercinta
Pengalaman pertama melihat Ka’bah memberikan kesan yang mendalam bagi Gus Mus. Air mata mengalir tanpa terasa saat meresapi kebesaran Allah. Di tengah kebahagiaan spiritual tersebut, Gus Mus mendengar kabar bahwa ibu dan adiknya juga sedang menunaikan ibadah haji. Sebagai anak yang berbakti, beliau merasa terpanggil untuk menemui mereka. Namun, mencari ibu dan adik di tengah jutaan jamaah dari berbagai penjuru dunia bukanlah perkara mudah.
Selama berhari-hari, Gus Mus mencari kemah-kemah jamaah Indonesia yang ditandai dengan bendera merah putih. Meski sudah mengunjungi banyak kemah, usaha untuk menemukan ibu dan adiknya belum juga membuahkan hasil.
Dalam keputusasaan dan keletihan, beliau berdoa dengan bahasa Jawa yang sederhana, memohon kepada Tuhan agar dipertemukan dengan ibu dan adiknya. Doa yang tulus dan ikhlas tersebut akhirnya dijawab. Di depan sebuah rumah, seorang syeikh datang menghampiri dan menyebutkan bahwa ada jamaah Indonesia yang tinggal di situ. Tanpa diduga, Gus Mus akhirnya bertemu dengan ibu dan adiknya di tempat tersebut.
Doa Bahasa Jawa: Karena Tuhan Maha Tahu Segalanya
Pengalaman haji pertama Gus Mus tidak hanya sarat dengan pengalaman spiritual, tetapi juga menghadirkan tantangan. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, beliau menghadapi kesulitan finansial yang serius. Uang saku yang didapat dari bekerja sebagai tenaga musiman sudah habis digunakan untuk mencari ibu dan adiknya. Kini, Gus Mus harus memikirkan cara untuk pulang dengan dana yang sangat terbatas. Tak hanya pulang, ia juga perlu membeli oleh-oleh titipan kawan-kawannya.
Satu-satunya benda yang ia punya hanyalah cincin. Ia bertekad menjual benda itu untuk biaya pulang ke Mesir dan beli oleh-oleh. Saya belum menemukan, dimana tempat Gus Mus beli buah tangan. Kalau orang sekarang mungkin destinasi untuk beli barang bawaan adalah Ka’kiyah (orang Indonesia biasa menyebutnya Kakiyah). Salah satu pasar di Mekkah yang konon harganya murah-murah.
Setelah berkeliling mencari pembeli, Gus Mus tak menemukannya. Cincinnya ditawar murah. Ia sendiri sudah pasang target, minimal cincinnya harus laku 300 Riyal.
Dalam kebingungan, beliau teringat kembali akan kekuatan doa. Tanpa ragu, Gus Mus berdoa lagi dengan berbahasa Jawa, memohon kepada Tuhan agar diberikan uang untuk bisa pulang. Tidak lama kemudian, saat berjalan di Jabal Qubas, seseorang tertarik dengan cincin yang beliau miliki. Cincin tersebut akhirnya dibeli dengan harga 600 Riyal, dua kali lipat dari yang beliau butuhkan untuk pulang dan membeli oleh-oleh.
Pelajaran dari Perjalanan Haji Mustofa Bisri
Kisah Gus Mus ini memberikan pelajaran berharga tentang keteguhan hati, keyakinan, dan cinta kepada keluarga. Meskipun berada di tengah keterbatasan dan kesulitan, beliau tetap teguh dalam menjalankan niatnya dan tidak pernah berhenti berdoa. Pertemuan dengan ibu dan adiknya di tengah lautan manusia, serta kemudahan yang didapat setelah berdoa, menunjukkan bahwa keikhlasan dan doa yang tulus tidak akan pernah sia-sia. Meski doa itu sederhana dan dipanjatkan dengan bahasa Jawa.
(AN)
#Doadoa #Gus #Mus #Saat #Naik #Haji #Ketemu #Ibu #dan #Punya #Uang #untuk #Pulang