Setiap muslim harus berusaha menjadikan rumah tangga yang islami sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabat. Foto ilustrasi/ist
Mendambakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah (
samawa ) yang penuh ketentraman, berkasih sayang dan dirahmati Allah Ta’ala, pasti keinginan semua orang. Untuk meraih itu, setiap muslim harus berusaha menjadikan
rumah tangga yang islami sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabat.Dalam Kitab Uqudulujain karya Syaikh Nawawi Al-Bantani , ulama besar asal Banten yang berdakwah di Makkah menjelaskan ada beberapa kriteria atau tanda
rumah tangga islami ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Dibentuk atas dasar Ibadah
Rumah tangga didirikan dalam rangka ibadah kepada Allah, dari proses pemilihan jodoh, pernikahan (akad nikah, walimah) sampai membina rumah tangga jauh dari unsur kemaksiatan atau yang tidak islami. Sebagaimana tugas kita di muka bumi ini yang hanya untuk mengabdi/beribadah kepada Allah, maka pernikahan pun harus diniatkan dalam rangka hal tersebut.
Beberapa contoh yang tidak islami, pemilihan jodoh tidak berdasarkan diennya (agamanya), proses berpacaran, dan tradisi-tradisi budaya yang melanggar syariat.
2. Terjadi Internalisasi Nilai Islam Secara Kaffah (Menyeluruh)
Dalam rumah tangga islami segala adab-adab Islam dipelajari dan dipraktikkan sebagai filter bagi penyakit moral di era globalisasi ini. Suami bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan keislaman dari istri, dan bersama-sama menyusun program bagi pendidikan anak-anaknya. Saling tolong-menolong dan saling mengingatkan untuk meningkatkan kefahaman dan praktik ibadah. Oleh sebab itu suami dan istri harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang Islam.
3. Terdapat Qudwah (Keteladanan)
Setiap hendak keluar atau masuk rumah anggota keluarga membiasakan mengucapkan salam dan mencium tangan. Ini merupakan contoh yang akan membekas pada anak-anak sehingga mereka tidak canggung mengucapkan salam ketika telah dewasa. Bagaimana mungkin anak akan mendirikan sholat diawal waktu, sementara orang tuanya asik melihat televisi pada saat azan berkumandang (ini contoh yang buruk).
4. Adanya pembagian tugas sesuai dengan Syariat
Islam memberikan hak dan kewajiban masing-masing bagi anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Sebagaimana Firman Allah:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32).
Suami atau istri harus faham apa kewajiban dan haknya, sehingga tidak terjadi pertengkaran karena masing-masing hanya menuntut haknya terpenuhi tanpa melakukan kewajibannya.
5. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar
Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya, karena itu salah satu tugas utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah 233: “…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf”.
6. Menghindari hal-hal yang tidak Islami
Banyak kegiatan atau barang-barang yang tidak islami harus disingkirkan dari dalam rumah. Misalnya penghormatan kepada benda-benda keramat, memajang patung-patung, media atau tayangan yang tidak islami seperti gambar mesum dan adegan kekerasan, atau memperdengarkan lagu-lagu yang tidak menambah keimanan.
7. Berperan dalam pembinaan masyarakat
Keluarga islami harus memberikan kontribusi bagi perbaikan masyarakat sekitarnya. “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.Sesungguhnya Rabbmu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orangyang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Kita tidak bisa hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Oleh sebab itu setiap anggota keluarga islami harus memiliki semangat berdakwah. Suami harus dapat mengatur waktu yang seimbang untuk Allah (ibadah ritual), untuk keluarga (mendidik keluarga serta bercengkrama bersama istri dan anak-anak), waktu untuk umat (mengisi ceramah, mendatangi pengajian, menjadi pengurus masjid, panitia kegiatan keislaman) dan waktu mencari nafkah. Begitu pula dengan istri harus diberi kesempatan untuk bekiprah di jalan dakwah untuk memperbaiki muslimah di sekitarnya.
Demikian ciri-ciri rumah tangga islami yang dijelaskan oleh Syeikh Nawawi Al-Bantani secara singkat.
WallahuA’lam
(wid)