Lebaran ketupat murni berasal dari tanah Jawa , sejak pemerintahan Paku Boewono IV. Sebuah kearifan lokal yang hanya dilakukan di Indonesia. Sama halnya dengan tradisi halalbihalal . Tradisi lebaran ketupat yang disertai dengan acara halalbihalal tidak ditemukan di negara lain selain di Indonesia.Buku “
Tradisi-Tradisi Islam Nusantara” karya Puji Rahayu dkk menyebutkan, tradisi kupatan merupakan bentuk sublimasi (perubahan ke arah satu tingkat lebih tinggi) dari ajaran Islam dalam tradisi masyarakat Nusantara.
Hampir tak ada bukti tertulis yang bisa dijadikan rujukan mengenai tradisi kupatan . Semua referensi hanya berdasar cerita tutur (foklor) yang berkembang di masyarakat di era Wali Songo yang kemudian ditulis.
Adapun momentum setelah melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal atau Syawalan dikenal dengan lebaran ketupat atau tradisi kupatan. “Jelas di sini terlihat tradisi ketupat sebagai rangsangan melaksanakan hadis Nabi mengenai puasa sunah di bulan Syawal!” ujar Puji Rahayu.
Arti ketupat diambil dari Bahasa Jawa yang artinya “Kupat” atau “Ngaku Lepat” (mengakui kesalahan). Maknanya bahwa masyarakat yang datang harus mengakui kesalahan.
Kupat memang identik dengan Idulfitri, karena itu orang Jawa biasa menyebut tradisi kupatan ini menjadi Lebaran Ketupat atau Bodho Kupat yang dilaksanakan pada bulan Syawal tepatnya sepekan setelah hari Lebaran.
Menurut Puji Rahayu, dari sisi sejarah, tradisi kupatan berangkat dari upaya-upaya Wali Songo memasukkan ajaran Islam. Sebab, zaman dulu orang Jawa selalu menggunakan simbol-simbol tertentu, akhirnya Wali Songo memanfaatkan cara tersebut.
“Tradisi kupatan akhirnya menggunakan simbol janur atau daun kelapa muda berwarna kuning,” tuturnya.
Dari sisi bahasa, Ketupat atau kupat dalam Bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kafi, yakni, kuffat yang berarti sudah cukup harapan, ketupat atau dalam istilah Jawa dikenal dengan kupat adalah singkatan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat berarti mengakui kesalahan dan laku papat berarti empat tindakan. Mengakui kesalahan (ngaku lepat) ditandai dengan adanya tradisi sungkeman. Sungkeman adalah bersimpuh di hadapan orang tua sambil memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Kenapa mesti dibungkus janur? Janur, diambil dari bahasa Arab Ja’a nur (telah datang cahaya), bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia, saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti kupat dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki. Kenapa? Karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja’a nur).
Dari sisi isinya ketupat dibuat dengan berbahan dasar beras dan santan. Beras yang dimasukkan ke dalam janur yang sudah dianyam dan kemudian menjadi gumpalan yang sangat kempal menunjukkan bahwa kita harus selalu menjaga kerukunan dan kebersaman pada sesama masyarakat.
Biasanya, beras ini juga dicampur santan yang artinya sedoyo lepat nyuwun pangapunten, biasa disingkat menjadi santan. Artinya dalam kita menjaga kerukunan dan kebersamaan kita juga harus saling menghormati, memaafkan dan sadar akan dirinya sendiri tepo seliro dan saling memaafkan
Puji Rahayu mengatakan tradisi Kupatan/Syawalan merupakan tradisi asli Indonesia dan hanya dilakukan di Indonesia sejak datangnya para Wali Songo yang telah mengubah budaya Hindu-Buddha menjadi model ke-Islaman tanpa harus radikal.
Para wali memanfaatkan pemikiran orang-orang Jawa yang suka/percaya akan simbol-simbol tertentu yang mereka anggap mempunyai kesakralan. Pada hakikatnya ketupat bagi orang Jawa mempunyai filosofi mendalam untuk diamalkan.
Tradisi Syawalan
Tradisi Syawalan juga disebut sedekah laut biasa dilakukan masyarakat pesisir Jawa misalnya di wilayah-wilayah pantai di Cilacap, Tegal, Pekalongan, Batang, Weleri, Kendal, Kaliwungu, Demak, Jepara, Kudus, Juwana, Pati dan sebagainya.