Perayaan maulid Nabi saw atau kelahirannya yang marak diselenggarakan dalam bulan Rabiul Awal selalu menjadi momentum penting bagi umat Islam untuk mensyukuri kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antaranya dengan empat (4) cara memperingati maulid Nabi yang dijelaskan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani. Perayaan maulid Nabi seiring firman Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya: “Katakanlah Muhammad, dengan anugerah Allah dan rahmat-Nya maka hanya dengan itu berbahagialah orang-orang yang beriman. Hal itu (anugerah dan rahmat-Nya) lebih baik daripada harta dunia yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus: 58).
Merujuk penafsiran Ibnu Abbas ra, maksud anugerah Allah dalam ayat adalah ilmu, sedangkan maksud rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad saw. Imam as-Suyuthi meriwayatkan:
وأخرج أبو الشيخ عن ابن عباس رضي الله عنهما في الآية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه و سلم. قال الله تعالى: وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين الأنبياء [الأنبياء: 107]
Artinya: “Abus Syekh meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra berkaitan ayat 58 surat Yunus, ia berkata: ‘Anugerah Allah adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muhammad saw. Allah ta’âlâ berfirman: ‘Dan tidaklah Aku mengutusmu Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta’.” [Al-Anbiya: 107]. (Abdurrahman bin al-Kamal Jallaluddin as-Suyuthi, ad-Durrul Mantsûr, [Beirut, Dârul Fikr: 1993], juz IV, halaman 367).
4 Cara Maulid Nabi menurut al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani
Merujuk penjelasan al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang dikutip oleh Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil Fatawi, memperingati maulid Nabi dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antaranya dengan (1) membaca Al-Qur’an, (2) memberi makan orang, (3) bersedekah, dan (4) mengungkapkan berbagai pujian kepada Nabi—seperti dengan membaca Maulid al-Barzanji, Maulid Diba’, Simtuth Durar, Dhiyâul Lami’ dan semisalnya—yang dapat mendorong hati untuk lebih giat melakukan amal kebaikan sebagai bekal di kehidupan akhirat kelak. Inilah empat (4) cara memperingati maulid Nabi menurut al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Demikian pula ungkapan kebahagiaan atas maulid Nabi dapat dieksperesikan dengan mendengarkan lagu-lagu, gurauan sekadarnya, dan semisalnya, selama hal itu dibolehkan dalam agama.
Larangan Memperingati Maulid Nabi dengan Kemaksiatan
Adapun ekspresi kebahagiaan atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang dilakukan secara berlebihan, yaitu dengan melakukan perbuatan yang hukumnya makruh atau khilâful aula, maka menurut al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani hendaknya dihindari. Apalagi memperingati maulid Nabi dengan perbuatan-perbuatan yang haram atau dengan kemaksiatan, maka harus benar-benar dihindari. Ia menjelaskan:
وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذا ما كان خلاف الأولى انتهى
Artinya: “Perbuatan yang haram atau makruh, maka (dalam peringatan maulid nabi) hendaknya dicegah. Demikian pula perbuatan yang khilâful aula atau yang tidak sesuai dengan keutamaan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, juz I, halaman 282).
Hal ini sangat penting diperhatikan bagi orang yang gemar menyelenggarakan perayaan maulid Nabi saw, terutama di Indonesia. Sebab masih banyak dijumpai perayaan maulid Nabi yang semestinya merupakan peringatan agung, justru tercampuri perbuatan-perbuatan yang tidak mengindahkan akhlakul karimah, atau bahkan terkotori dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Na’ûdzubillâh. Wallâhu a’lam.
Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda