Umat muslim dianjurkan menghidupkan amalan sunnah di Hari Idulfitri sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Foto/ist
Menghidupkan Hari Raya Idulfitri dengan amalan sunnah merupakan perkara yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Ada banyak amalan yang dapat dikerjakan kaum muslim sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.Di antara amalan sunnah pada Hari Idulfitri, ada satu tradisi yang cukup populer di Indonesia, yaitu mengucapkan “Selamat Hari Raya” atau ucapan
Taqabbalallahu Minna wa Minka.
Dalam satu kajian Ustaz Farid Nu’man Hasan disebutkan 11 amalan sunnah Hari Raya Idulfitri yang dapat diamalkan umat muslim. Berikut amalannya:
1. Mandi Sunnah di Hari Raya
Mandi pada hari ‘Id adalah sunnah, bukan wajib dan ini telah menjadi ijma’ para ulama. Mandi sunnah ini dapat dilakukan sejak tengah malam pada malam hari raya atau pada pagi saat Subuh. Berkata Imam Ibnu Rajab rahimahullah:
والغسل للعيد غير واجب . وقد حكى ابن عبد البر الإجماع عليهِ ، ولأصحابنا وجه ضعيف بوجوبه . وروى الزهري ، عن ابن المسيب ، قال : الاغتسال للفطر والأضحى قبل أن يخرج إلى الصلاة حقٌ
“Mandi pada hari raya bukanlah kewajiban, Ibnu Abdil Bar telah menceritakan adanya Ijma’ atas hal itu. Sedangkan terdapat riwayat lemah bagi sahabat-sahabat kami yang menyebutkan kewajibannya. Az-Zuhri meriwayatkan dari Ibnul Musayyib, katanya: “Mandi pada Idul Fitri dan Idul Adha sebelum keluar menuju salat adalah benar adanya.” (Imam Ibnu Rajab, Fathul Bari, 6/71)
2. Memakai Pakaian Terbaik dan Wangi-wangian
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, katanya:
أمرنا رسول الله صلى الله عليه و سلم في العيدين أن نلبس أجود ما نجد و أن نتطيب بأجود ما نجد و أن نضحي بأسمن ما نجد
“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang kami punya, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang kami punya, dan berqurban dengan hewan yang paling mahal yang kami punya.” (HR Al Hakim dalam Al Mustadrak 7560; Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 2756; Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3715; Ath Thahawi 4730)
3. Makan Sebelum Berangkat Salat Idul Fitri
Amalan ini sebagai pertanda berbuka di hari raya Idul Fitri. Namun, pada Hari Raya Idul Adha dianjurkan tidak makan sebelum melakansakan salat Idul Adha. Pada hari Idul Fitri disunnahkan makan kurma berjumlah ganjil, sebelum berangkat shalat Id. Hal ini didasarkan pada riwayat berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ وَقَالَ مُرَجَّأُ بْنُ رَجَاءٍ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا
Artinya: “Pada saat Idul Fitri Rasulullah SAW tidaklah berangkat untuk salat sebelum makan beberapa kurma.” Murajja bin Raja berkata, berkata kepadaku ‘Ubaidullah, katanya: berkata kepadaku Anas, dari Nabi: “Beliau memakannya berjumlah ganjil.” (HR Al-Bukhari No. 953)
4. Pergi Menuju Lapangan untuk Salat Id
Salat hari raya Id di lapangan adalah sunnah Nabi. Beliau tidak pernah salat Id, kecuali di lapangan. Namun, jika ada halangan seperti hujan, lapangan yang berlumpur atau becek, tidak mengapa dilakukan di dalam masjid. Dikecualikan bagi penduduk Mekkah, salat Id di Masjidil Haram adalah lebih utama.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq:
صلاة العيد يجوز أن تؤدى في المسجد، ولكن أداءها في المصلى خارج البلد أفضل ما لم يكن هناك عذر كمطر ونحوه لان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي العيدين في المصلى ولم يصل العيد بمسجده إلا مرة لعذر المطر
“Salat Id boleh dilakukan di dalam masjid, tetapi melakukannya di mushalla (lapangan) yang berada di luar adalah lebih utama, hal ini selama tidak ada udzur seperti hujan dan semisalnya, karena Rasulullah SAW salat dua hari raya di lapangan. Tidak pernah Beliau shalat di masjidnya kecuali sekali karena adanya hujan.” (Fiqhus Sunnah, 1/318)
5. Menyuruh Kaum Wanita dan Anak-anak ke Luar Menuju Tempat Salat Id
Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
“Kami diperintahkan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam untuk mengeluarkan anak-anak gadis, wanita haid, wanita yang dipingit, pada hari Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun wanita haid, mereka terpisah dari tempat salat. Agar mereka bisa menghadiri kebaikan dan doa kaum muslimin. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, salah seorang kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaknya saudarinya memakaikan jilbabnya untuknya.” (HR Al-Bukhari 324 dan Muslim 890)
Hikmahnya adalah selain agar mereka bisa mendapatkan kebaikan dan doa kaum muslimin, juga sebagai momen bagi kaum wanita dan anak-anak mendapatkan pelajaran dan nasihat agama.